para muffasir

PENDAHULUAN
BAB I

A.      Latar belakang
Kita tahu, bahwa tafsir merupakan salah satu jalan untuk memahami kitab suci Al-Quran yang diturunkan Allah kapada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup manusia agar selamat baik ketika di dunia sampai di akhirat kelak. Sangat mustahil seseorang akan paham Alqur’an secara kamilatausempurnakalau tidak tahu tentang tafsirnya. Serangan terhadap Al-Quran pun beramai-ramai dilakukan oleh para orientalis Barat. Mereka berusaha untuk mengkritisi serta meragukan otentisitas dan kesakralan Al-Quran dengan berbagai ragam cara. Kita tentu tidak akan heran jika orang yang melakukan penyerangan terhadap Al-Quran tersebut berasal dari kalangan Yahudi dan Kristen. Akan tetapi, menjadi sangat tragis dan ironis jika penyerangan itu juga dilakukan oleh kalangan yang menyatakan dirinya sebagai muslim; bahkan tak jarang hal ini berkembang dari dan di perguruan tinggi negeri yang memakai embel-embel Islam.
Ajakan untuk melakukan penafsiran ulang (reinterpretasi) terhadap Al-Quran semakin sering terdengar. Penafsiran ulang tersebut terutama dilakukan terhadap ayat-ayat yang dipandang tidak lagi relevan dengan konteks zaman ini atau dapat menimbulkan problem dengan penganut agama lain. Akan tetapi, apakah setiap orang memiliki otoritas untuk menafsirkan Al-Quran? Lantas, siapakah yang memiliki otoritas untuk menafsirkan Al-Quran dan apa saja yang harus dipenuhi olehnya? Tulisan ini mencoba untuk menjelaskannya.
B.       Rumusan masalah
1. Apa pengertian mufassir?
2. Apa sajakah syarat-syarat mufassir ?
3. Apa sajakah adab-adab seorang Mufassir?
4. Siapa saja para mufasir Qur’an ?
 
 
 
 
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Mufasir
  2. Mufasir secara bahasa adalah bentuk isim fa’il dari kata fassara yang artinya menafsirkan atau menjelaskan. Kemudian di ikutkan wazan isim fa;’il mufa’ilun menjadi mufassirun yang artinya orang yang menafsirkan, mengomentari, interpretasi. Sedangkan menurut istilah mufasir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah SWT dalam Al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya. Ia melatih dirinya di atas manhaj para mufasir dengan mengetahui banyak pendapat mengenai tafsir kitabullah. Selain itu ia menerapkan tafsir tersebut baik dengan mengajarkannya atau menuliskannya.
  3. Syarat – Syarat Mufassir
Adanya suatu persyaratan sebenarnya adalah sudah menjadi otoritas dari setiap disiplin ilmu, dalam bidang kedokteran saja seseorang tidak dperbolehkan menangani pasien jika tidak paham benar ilmu tentang kedokteran. Bagaimana jika sebuah penafsiran al-Qur’an dilakukan oleh orang yang sama sekali tidak kompeten menafsirinya, maka akan terjadi sebuah kesalahan yang terus menerus diajarkan dari masa ke masa dan terus menerus menyesatkan orang yang mempelajarinya. 
Syarat bagi seorang mufassir adalah:
  1. Mengetahui bahasa Arab dan kaidah-kaidah bahasa (ilmu tata bahasa, sintaksis, etimologi, dan morfologi), ilmu retorika (ilmu ma’ani, ilmu bayan, dan ilmu Badi’), ilmu ushul fiqh (Khas, ‘Am, Mujmal, dan mufasshal). Tanpa memahami secara mendalam tentang bahasa al-Quran, maka besar kemungkinan bagi seorang mufassir akan melakukan penyimpangan (distorsi) dan kesalahan interpretasi. Jika seseorang tidak dapat memahami makna ayat, kosa kata dan idiom secara literal maka ia akan terjerumus kepada kesalahan dan menyebabkan terjadinya penafsiran yang kontroversial.

  2. Mengetahui pokok-pokok ulum al-Quran, seperti ilmu Qira’at, Ilmu asbabun Nuzl, Ilmu nasikh mansukh, Ilmu Muhkam Mutasyabih, Ilmu makkai madani, Ushul Tafsir, ilmu Qashash al-Quran, ilmu Ijaz al-Quran, ilmu amtsa al-Quran. Tanpa mengetahui kesemuanya itu seorang mufassir tidak akan dapat menjelaskan arti dan maksud ayat dengan baik dan benar.

  3. Mengetahui Ilmu sains dan teknologi untuk bisa bersaing dan menemukan teori-teori baru yang terkandung dalam al-Quran.

  4. Mengetahui Hadits-Hadits Nabi dan segala macam aspeknya. Karena Hadits-Hadits itulah yang berperan sebagai penjelas terhadap al-Quran, sebagaimana keterangan surat al-Nahl:44.

  5. Mengetahui hal ihwal manusia dan tabia’t nya, terutama dari orang-orang Arab pada masa turunnya al-Quran, agar mengerti keselerasan hukum-hukum al-Quran yang diturunkan untuk mengatur perbuatan-perbuatan mereka.
  1. Adab- adab seorang Mufassir
Adapun adab seorang mufasir dalam menafsirkan al-Qur an adalah sebagai berikut:
  1. Niatnya harus bagus, hanya untuk mencari keridloan Allah semata. karena seluruh amalan tergantung dari niatannya.

  2. Berakhlak mulia, agar ilmunya bermanfaat dan dapat dicontoh oleh orang lain.

  3. Mengamalkan ilmunya, karena dengan merealisasikan apa yang dimilikinya akan mendapatkan penerimaan yang lebih baik.

  4. Hati-hati dalam menukil sesuatu, tidak menulis atau berbicara kecuali setelah menelitinya terlebih dahulu kebenarannya.

  5. Berani dalam menyuarakan kebenaran dimana dan kapanpun dia berada.

  6. Tenang dan tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu. Baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian.

  7. Mendahulukan orang yang lebih utama darinya. 
Sementara itu, Imam As-Suyuthy mengatakan, "Ketahuilah bahwa seseorang tidak dapat memahami makna wahyu dan tidak akan terlihat olehnya rahasia-rahasianya sementara di dalam hatinya terdapat bid‘ah, kesombongan, hawa nafsu, atau cinta dunia, atau gemar melakukan dosa, atau lemah iman, atau bersandar pada pendapat seorang mufassir yang tidak memiliki ilmu, atau merujuk kepada akalnya.
Termasuk adab yang harus diperhatikan oleh mufassir adalah ia wajib menghindari perkara-perkara berikut ketika menafsirkan Al-Quran:
  1. Terlalu berani menjelaskan maksud Allah ta‘ala dalam firman-Nya padahal tidak mengetahui tata bahasa dan pokok-pokok syariat serta tidak terpenuhi ilmu-ilmu yang baru boleh menafsirkan jika menguasainya.

  2. Terlalu jauh membicarakan perkara yang hanya diketahui oleh Allah, seperti perkara-perkaramutasyâbihât. Seorang mufassir tidak boleh terlalu berani membicarakan sesuatu yang ghaib setelah Allah ta‘ala menjadikannya sebagai salah satu rahasia-Nya dan hujjahatas hamba-hamba-Nya.

  3. Mengikuti hawa nafsu dan anggapan baik (istihsân).

  4. Tafsir untuk menetapkan madzhab yang rusak dengan menjadikan madzhab tersebut sebagai landasan, sementara tafsir mengikutinya. Akibatnya, seseorang akan melakukan takwil sehingga memalingkan makna ayat sesuai dengan akidahnya dan mengembalikannya pada madzhabnya dengan segala cara.

  5. Tafsir dengan memastikan bahwa maksud Allah begini dan begini tanpa landasan dalil. Perbuatan ini dilarang secara syar’i berdasarkan firman Allah ta‘ala, "Dan (janganlah) mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui." (QS Al-Baqarah: 169). 
  1. Tokoh Mufasir Qur’an
    1. QATADAH
    2. Beliau adalah Qatadah bin Di’amah as-Sadusy al-Bashary,terlahir dalam keadaan buta pada tahun 61 H. Beliau giat menuntut ilmu dan memiliki hafalan yang kuat. Karena itu,beliau pernah berkisah tentang dirinya, "Aku tidak pernah mengatakan kepada orang yang bicara kepadaku, ‘Ulangi lagi.!’ Dan tidaklah kedua telingaku ini mendengar sesuatu apa pun melainkan langsung ditangkap oleh hatiku (langsung dapat menangkap dan mencernanya dengan baik."Beliau wafat di suatu tempat bernama Wasith , pada tahun 117 H dalam usia 56 tahun.
      (SUMBER: Ushuul Fii ‘Ilm at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal.37-38)
       
    3. ATH-THABARIY
    4. Nama Mufassir : Abu Ja'far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imâm al-'Allâmah, al-Hâfizh, seorang sejarawah. Beliau lahir tahun 224 H dan wafat 310 H.Nama Kitab Jâmi' al-Bayân Fî Ta`wîl Ayi al-Qur`ân Spesifikasi Umum. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Ibn Taimiyyah di dalam mukaddimah Ushûl at-Tafsîr, hal.90: "Ia termasuk kitab tafsir bercorak Ma`tsûr yang paling agung dan paling besar kedudukannya. Beliau telah mengoleksi berbagai ilmu-ilmu al-Qur'an seperti Qirâ`ât (aspek-aspek bacaan), makna-maknanya, hukum-hukum fiqih yang diintisarikan dari ayat-ayatnya, penjelasan makna-makna ayat yang diambil dari bahasa orang-orang Arab, sya'ir dan sebagainya." 'Aqidahnya. Beliau memiliki sebuah buku seputar 'Aqidah Ahlussunnah yang diberinya judul "Sharîh as-Sunnah" (sudah dicetak). Sementara 'aqidahnya di dalam penafsiran, beliau adalah seorang imam panutan, membela madzhab Salaf, berargumentasi dengannya dan membelanya akan tetapi di dalam menetapkan sifat Ghadlab (marah) dan Hayâ`(malu), beliau menyebutkan semua pendapat Ahli Tafsir namun tidak menguatkan satupun darinya. Sikapnya Terhadap Sanad Beliau komitmen menyebutkan semua riwayat dengan sanad-sanad (jalur-jalur transmisi)-nya. Kebanyaknya tidak ditanggapi beliau baik dengan menshahihkan ataupun melemahkannya. Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih. Beliau menyebutkan hukum-hukum fiqih yang ada di dalam ayat, pendapat para ulama dan madzhab-madzhab mereka, memilih salah satu darinya dan menguatkannya dengan dalil-dalil ilmiah serta menyebutkan Ijma' umat di dalam pendapat yang telah dikuatkannya dari berbagai pendapat tersebut. Beliau adalah seorang Imam Mujtahid Muthlaq. Para Ahli Tafsir senantiasa merujuk pendapatnya dan mereka merasa berhutang budi padanya. Sikapnya Terhadap Qirâ`ât Beliau termasuk ulama Qirâ`ât yang terkenal. Oleh karena itu, beliau amat memperhatikan sisi Qirâ`ât dan makna-maknanya, membantah aspek-aspek bacaan yang Syâdz(aneh/langka), termasuk cakupannya yang dapatmenyebabkan perubahan dan pengganian terhadapKitabullah Ta'ala.Sikapnya Terhadap Isrâ`iliyyât (Kisah-Kisah Tentang BaniIsrail)Di dalam kitab tafsirnya, beliau mengetengahkan jugakabar-kabar dan kisah-kisah tentang Ka'b al-Ahbar, Wahabbin Munabbih, Ibn Juraij, as-Suddiy, lalu menanggapinyasecara kritis akan tetapi tidak konsisten mengkritisi semuayang diriwayatkannya.Sikapnya Terhadap Sya'ir, Nahwu Dan BahasaKitabnya banyak sekali mencakup berbagai untaian yangberisi solusi bahasa dan Nahwu. Kitabnya meraihketenaran yang sangat besar. Kebanyakannya, dia merujukkepada Bahasa orang-orang Arab dan terkadangmenguatkan sebagian pendapat. Beliau juga memaparkansya'ir-sya'ir Arab Kuno, berargumentasi dengannnyasecara luas, banyak mengemukakan pendapat-pendapatAhli Nahwu dan mengarahkan pendapat-pendapat merekaserta menguatkan sebagian pendapat atas pendapat yanglain.(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al-Mufassirîn karya Abu 'Abdillah, Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, Hal.9-11)
    5. Tafsir Ibn Katsir (Ibn Katsir)
    6. Nama Mufassir 'Imâd ad-Dien, Abu al-Fidâ`, Isma'il bin 'Umar bin Katsir ad- Dimasyqiy asy-Syafi'iy, seorang Imam, Hâfizh dan juga sejarawan. Wafat tahun 774 H. Nama Kitab Tafsir al-Qur`ân al-'Azhîm Spesifikasi Umum Tafsir Ibn Katsir merupakan tafsir kategori Ma`tsûr yang paling masyhur dan menduduki peringkat ke-dua setelah Tafsir ath-Thabariy.Tafsir ini juga interes terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan Kitabullah dengan hadits-hadits dan atsar-atsar yang langsung disandarkan kepada para periwayatnya. Pengarangnya juga sangat memperhatikan sisi penyebutan ayat-ayat yang serupa dengan ayat yang ingin ditafsirkannya, yang dinamakan dengan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`ân (penafsiran al-Qur'an dengan al-Qur'an sendiri). 'Aqidahnya Beliau ber'aqidah Salaf dan hal ini tidak perlu diherankan karena beliau adalah salah seorang murid Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahumallah. Beliau memiliki sebuah kitab di dalam masalah 'aqidah berjudul "al-'Aqâ`id". Di dalam kitab ini, beliau menjelaskan 'aqidah Salaf berupa penetapan terhadap sifat-sifat Allah seperti mendengar, melihat, mata, wajah, ilmu, kalam (bicara), ridla, Sakhth (murka), cinta, benci, senang, tertawa dengan tanpa menyebutkan Takyîf (bagaimana caranya), Tasybîh (penyerupaan), Tahrîf (perubahan) dan Tabdîl (penggantian). Sikapnya Terhadap Kebahasaan, Sya'ir Dan Nahwu Sangat sedikit sekali beliau mengetengahkan hal yang terkait dengan I'râb (penguraian kedudukan suatu kata di dalam kalimat) dan Nahwu, demikian pula halnya dengan masalah sya'ir.
      (SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fi Manâhij al- Mufassirîn, karya Abu 'Abdillah Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, h.39-40)
    7. Al-Qurthubiy
    8. Nama Mufassir Imam Abu 'Abdillâh, Muhammad bin Ahmad bin Farh al-Anshâriy al-Khazrajiy al-Andalusiy al-Qurthubiy. Wafat tahun 671 H. Nama Kitab Al-Jâmi' Li Ahkâm al-Qur`ân 'Aqidahnya Dia seorang penganut aliran Asya'riyyah dan pena'wil (Cara seperti ini menyimpang dari manhaj Salaf-red.). Hal ini dapat diketahui bila meneliti tafsirnya dan juga bukunya yang berjudul "al-Asnâ Fî Syarh Asmâ` al-Husnâ". Dalam bab Asmâ Wa ash-Shifât (Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah) beliau menukilnya dari para imam-imam aliran Asy'ariyyah seperti al-Juwainiy, al-Bâqillâniy, ar-Râziy, Ibn 'Athiyyah dan sebagainya. Di dalamnya, beliau juga membantah terhadap Ahli Tasawwuf dan mengingkari prilaku-prilaku dan ucapan- ucapan mereka yang bertentangan dengan syari'at. Nama Mufassir Beliau adalah Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ud, yang lebih dikenal dengan al-Farrâ` al-Baghawiy, penghidup as- Sunnah, seorang Imam dan Hâfizh. Nama Kitab Ma'âlim at-Tanzîl. 'Aqidahnya Beliau seorang yang ber'aqidah Salaf; menetapkan Asmâ` dan Shifât yang ditetapkan sendiri oleh Allah Ta'ala atas diri-Nya. Dalam hal ini, beliau telah menetapkan hal itu pada mukaddimah kitabnya yang amat berharga Syarh as-Sunnah. Di dalam tafsirnya tersebut, yang dominan adalah beliau menetapkan Asmâ` dan Shifât tersebut namun beliau ternyata juga terjebak ke dalam penakwilan terhadap sebagian Shifât Allah (padahal ini menyalahi manhaj ulama Salaf-red.,), seperti ar-Rahmah, al-Hayâ` (malu), al-Ghadlab (murka/marah). Ar-Rahmah lbeliau takwilkan dengan Irâdah Alllah al-Khair Li Ahlihi (kehendak Allah untuk berbuat baik terhadap pelakunya, I:18). Beliau juga menakwilkan al- ayâ` dengan at-Tark wa al-Man'u (Membiarkan dan mencegah, I:43) dan al-Ghadlab dengan Irâdah al-Intiqâm (keinginan untuk mendendam, I:23). Sikapnya Terhadap Sanad Beliau biasanya menukil semua yang berasal dari ulama Salaf mengenai tafsir suatu ayat tanpa menyebutkan Isnâd-nya. Akan tetapi beliau telah menyebutkan sanad-sanadnya hingga sampai kepada mereka itu pada mukaddimah Tafsirnya. Beliau biasanya amat selektif terhadap keshahihan hadits yang disandarkannya kepada Rasulullah. Sementara itu, beliau tidak peduli terhadap hadits-hadits Munkar dan Mawdlu' (palsu) namun terkadang meriwayatkan juga dari al-Kalbiy dan periwayat-periwayat lemah selainnya. Sikapnya terhadap Hukum-Hukum Fiqih Belaiu memaparkan juga permasalahan-permasalahan fiqih dengan gaya bahasa yang mudah dan menukil perbedaan yang ada tanpa mengupasnya secara panjang lebar. Sikapnya Terhadap Qirâ`ât Beliau juga menyinggung tentang Qirâ`ât (jenis-jenis bacaan ayat) tanpa bertele-tele. Sikapnya Terhadap Isra`iliyyat Beliau menyinggung tentang sebagian Isra`iliyyat namun tidak memberikan tanggapan atasnya. Sikapnya Terhadap Masalah Sya'ir, Kebahasaan Dan NahwuBeliau menghindari kupasan panjang lebar di dalam pembahasan I'râb (penguraian anak kalimat) dan hal-hal yang terkait dengan Balaghah namun menyinggung hal-hal yang memang urgen disebutkan untuk menyingkap makna suatu ayat.
      (SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al- Mufassirîn karya Abu 'Abdillah, Muhammad al-Hamud an- Najdiy, h.14-15)
    9. AZ-ZAMAKHSYARI
Nama Mufassir Beliau adalah Abu al-Qasim, Mahmud bin ‘Umar bin Muhammad Al- hawarizmi, al-Hanafi, penganut aliran Muktazilah, yang dijuluki Jaarullah. Nama Kitab Al-asysyaaf ‘An Haqaa’iq at-Tanziil Wa ‘Uyuun al-Aqaawiil Fii Wujuuh at-Ta’wiil. Aqidahnya Beliau termasuk tokoh aliran Muktazilah yang membela mati-matian madzhabnya. Ia memperkuatnya dengan kekuatan hujjah yang dimilikinya. Dalam hal ini, imam adz-Dzahabi di dalam kitabnya "al-Miizaan" (IV:78) berkata, "Ia seorang yang layak (diambil)haditsnya, tetapi ia seorang penyeru kepada aliran muktazilah, semoga Allah melindungi kita. Karena itu, berhati-hatilah terhadap kitab Kasysyaaf karyanya." Beliau demikian getol berdalil dengan ayat-ayat dalam rangka memperkuat madzhabnya yang batil. Sebaliknya, ia selalu menakwil ayat-ayat yang dianggapnya bertentangan dengan pendapatnya. Bahkan, ia merubah arah ayat-ayat yang semestinya diarahkan kepada orang-orang kafir kepada Ahlussunnah yang ia sebut sebagai ‘Hasyawiyyah’ ‘mujbirah’ dan ‘musyabbihah.’ Spesifikasi Umum Kitab Tafsirnya Kitab tafsir karangannya memiliki keunggulan dari sisi keindahan al-Qur’an dan balaghahnya yang mampu menyihir hati manusia, mengingat kemumpunian beliau dalam bahasa Arab dan pengetahuannya yang mendalam mengenai sya’ir-sya’irnya. Tetapi ia membawakan hujjah-hujjah itu untuk mendukung madzhab muktazilahnya yang batil di mana ia memaparkannya dalam ayat-ayat al-Qur’an melalui pintu balaghah. Karena itu, harus berhati-hati dengannya, khususnya bagi pemula dalam bidang ini. Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih Ia menyinggung juga tentang permasalahan fiqih namun tidak memperluasnya. Diakui bahwa ia dalam hal ini adalah seorang yang ‘moderat’, tidak fanatik dengan madzhab ‘Hanafi’-nya. Sikapnya Terhadap Bahasa, Nahwu Dan Sya’ir Beliau memberikan perhatian penuh pada penjelasan kekayaan balaghah dalam hal ‘Ma’aani’ dan ‘Bayaan’ yang terdapat di dalam al-Qur’an. Tetapi, bila ia melewatkan saja suatu lafazh yang tidak sesuai dengan madzhabnya, ia berupaya dengan segenap kemampuannya untuk membatalkan makna zhahir lafazh itu dengan menetapkan makna lain untuknya dari apa yang ada di dalam bahasa Arab atau mengarahkannya seakan ia adalah ‘Majaz’, ‘Isti’arah’ atau ‘Tamtsil’ . Sikapnya Terhadap Isra’iliyyat Amat sedikit beliau menyinggung masalah Isra’iliyyat. Kalau pun ada, maka ia dahului dengan lafazh, "Diriwayatkan" atau dengan mengatakan di akhirnya, "Wallahu a’lam." Namun anehnya, ia malah menyebutkan beberapa hadits Mawdhu’ (palsu) mengenai keutamaan-keutamaan surat-surat di akhir setiap surat.
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubiin Fii Manaahij al- Mufassiriin karya Abu Abdillah, Muhammad al-Mahmud an-Najdi, hal.16-17)
  1. AL-MANAR
  2. Nama Mufassir Muhammad Rasyîd bin ‘Aly Ridla bin Muhammad Syams ad-Dîn bin Minla ‘Aly Khalîfah al-Qalmûny al-Baghdâdy al-Hasany (dinisbahkan kepada al-Hasan bin ‘Aly), pemilik majalah al-Manâr dan termasuk seorang Da’i yang Mushlih (reformis) dan Mujaddid. Lahir tahun 1283 H dan wafat tahun 1353 H. Nama Kitab Nama kitab tafsirnya adalah Tafsir Al-Qur`ân al-Hakîm dan lebih dikenal dengan nama Tafsir al-Manâr . Namun sayang tafsir ini tidak rampung dan hanya sampai pada surat Yûsuf, ayat 101. ‘Aqidahnya Untuk menjelaskan ‘aqidahnya dan siapa Syaikh Muhammad ‘Abduh ini, kiranya cukup menukil ucapan Syaikh al-Albany sebagai yang dikatakan oleh Muhammad bin Ibrahim asy-Syaibany di dalam bukunya Hayâh al- Albâny (I:24), Beliau Mengatakan : "Sayyid Muhammad Rasyid Ridla rahimahullah memiliki andil besar terhadap Dunia Islam secara umum dan secara khusus terhadap kaum Salafiyyin. Hal ini kembali kepada sosok beliau yang merupakan salah seorang da’i yang langka di dalam menyuarakan manhaj Salaf di seluruh jagad raya melalui majalahnya "al-Manar" . Di dalam hal tersebut, beliau sungguh telah berjuang yang patut disyukuri atasnya.
    SUMBER:- al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al-Mufassirîn,karya Abu ‘Abdillah, Muhammad AliHamud an-Najdy,
     
     
     
     
     
     
     
     
    Para muffasir kontemporer
    1. Fazlur Rahman dikenal dengan teori double movementnya, yaitu sebuah teori dimana jika seseorang hendak melihat tafsir dengan mengembalikannya ke masa saat al-Qur`an diturunkan, kemudian mengembalikan ke masa sekarang. Prinsip-prinsip umum yang didapat di masa lalu di bawa ke penerapan pada masa sekarang. Pendekatan yang ia tawarkan adalah pendekatan ordo historis(Asbabun Nuzul) dan pendekatan sosio historis. Contoh penafsiran yang digunakan Fazlur Rahman dalam kasus poligami dalam Islam. Dengan teori double-movement ini berarti perlu menarik dan memahami makna poligami ke masa pada saat ayat ini turun, kemudian respon al-Qur`an terhadap perkara ini diuraikan sebagai prinsip-prinsip umum. Dari sini didapatkan bahwa praktek poligami adalah sesuatu yang mengakar di kehidupan bangsa Arab pada waktu itu, sehingga al-Qur`an memberikan respon dengan membatasi hanya dengan menikahi paling banyak empat istri. Pesan  moral yang didapat dari situ adalah kebahagiaan optimal dari kehidupan keluarga yang seharusnya akan ideal dengan monogami. Langkah selanjutnya adalah mengembalikan ajaran umum tersebut ke masa sekarang yaitu pernikahan yang monogami lebih dianjurkan dengan mempertimbangkan ketenangan dalam keluarga.
    2. Hassan hanafi mengembangkan tafsir realis , pertimbangan yang diambil adalah realitas itu sendiri. Sehingga bersifat temporal, artinya penafsiran yang dihasilkan akan pas dengan realitas pada waktu tertentu saja, tidak pada semua waktu. Hal ini, karena menurutnya al-Qur`an harus bisa memberikan solusi atas problem sosial yang terjadi.
    3. Muhammad Arkoun menggunakan metode yang berorientasi pada pemaknaan aktual al-Qur`an. Untuk memperoleh makna aktual atas al-Qur`an ia menawarkan pendekatan linguistik, antropologis dan historis. Liguistik dipakai untuk melihat teks sebagai keseluruhan dan sebagai sistem dari hubungan-hubungan intern. Tetapi, linguistik dirasa tidak cukup untuk mengungkap makna aktual al-Qur`an sehingga ia juga menggunakan pendekatan antropologis untuk mengetahui asal usul dan fungsi bahasa keagamaan. Pendekatan historis sendiri berperan untuk mengarahkan pada cara persepsi waktu dan kenyataan.
    4. Ashghar Ali Engineer, Amina Wadud, Nasaruddin Umar sebagai mufassir feminis yang menggunakan metode tahlili dan maudlu’I untuk membahas ayat-ayat yang menghasilkan kesimpulan bahwa adanya kesetaraan gender. Pendekatan dan metode seperti ini muncul akibat banyaknya pengalaman terkait yang dialami mufassir. Amina Wadud melihat bahwa yang terjadi dalam masyarakat adalah adanya bias patriarki, akibatnya seorang perempuan kurang mendapat keadilan secara lebih proporsional. Kegelisahan intelektual yang dimilikinya dituangkan dalam, sebuah buku berjudul "Qur`an dan Women". Ia mencoba untuk merekonstruksi bahwa al-Qur`an bukanlah kitab patriarki, tetapi sebuah kitab yang mengisyaratkan kesetaraan gender (egalitaranisme).
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan diatas dalam makalah ini dapat kami ambil kesimpulam diantaranya sebagai berikut:
  1. Pengertian mufassir adalah secara bahasa adalah bentuk isim fa’il dari kata fassara yang artinya menafsirkan atau menjelaskan. Kemudian di ikutkan wazan isim fa;’il mufa’ilun menjadi mufassirun yang artinya orang yang menafsirkan, mengomentari, interpretasi. Sedangkan menurut istilah mufasir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah SWT dalam Al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya.

  2. Syarat – syarat Mufassir diantaranya adalah : Berakidah yang benar, Mampu mengekang hawa nafsu, menafsirkan ayat dengan ayat terlebih dahulu, merujuk pendapat sahabat, merujuk pendapat tabi’in, menguasai bahasa Arab, dll

  3. Adab-adab Mufassir diantaranya adalah: Niatnya harus bagus, Berakhlak mulia, Mengamalkan ilmunya, Hati-hati dalam menukil sesuatu, Berani dalam menyuarakan kebenaran, tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu,

  4. Tokoh-tokoh mufasir Al-Qur’an diantaranya
-Qatadah -Al-Qurthubiy
-Ath-Tabhariy -Az-Zamakhsyari
-Tafsir Ibn Katsir (Ibn Katsir)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pertanyaan
  1. Jelaskan muffasir secara singkat !

  2. Jawab : muffasir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah SWT dalam Al-Quran sesuai dengan kemampuannya.
  3. Jika saya muffasir dan saya banyak kontranya apakah saya mendapat dosa?

  4. Jawab : seharusnya jika kita ingin menafsirkan sesuatu kita harus memahami apa saja syarat-syarat dan adab-adab menjadi muffasir.
  5. Kenapa tafsir Ibnu Katsir paling banyak digunakan?
Jawab : karena, tafsir beliau sangat interes terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan Kitabullah dengan hadist-hadist dan adsar-adsar yang langsung di sandarkan kepada para periwayatnya.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PARA MUFFASIR AL-QURAN
REVISI MAKALAH
Makalah ini bisa diakses di
MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi tugas kelompok Ulumul Qur’an
Dosen pengampu: Afga Sidiq Rifai, M.Pd.I.
Dibuat oleh :
Ema Wijayanti 16.0401.0041
Farida Nur Aini 16.0401.0045
Elok Nada S 16.0401.0048
 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016
PENDAHULUAN
BAB I

A.      Latar belakang
Kita tahu, bahwa tafsir merupakan salah satu jalan untuk memahami kitab suci Al-Quran yang diturunkan Allah kapada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup manusia agar selamat baik ketika di dunia sampai di akhirat kelak. Sangat mustahil seseorang akan paham Alqur’an secara kamilatausempurnakalau tidak tahu tentang tafsirnya. Serangan terhadap Al-Quran pun beramai-ramai dilakukan oleh para orientalis Barat. Mereka berusaha untuk mengkritisi serta meragukan otentisitas dan kesakralan Al-Quran dengan berbagai ragam cara. Kita tentu tidak akan heran jika orang yang melakukan penyerangan terhadap Al-Quran tersebut berasal dari kalangan Yahudi dan Kristen. Akan tetapi, menjadi sangat tragis dan ironis jika penyerangan itu juga dilakukan oleh kalangan yang menyatakan dirinya sebagai muslim; bahkan tak jarang hal ini berkembang dari dan di perguruan tinggi negeri yang memakai embel-embel Islam.
Ajakan untuk melakukan penafsiran ulang (reinterpretasi) terhadap Al-Quran semakin sering terdengar. Penafsiran ulang tersebut terutama dilakukan terhadap ayat-ayat yang dipandang tidak lagi relevan dengan konteks zaman ini atau dapat menimbulkan problem dengan penganut agama lain. Akan tetapi, apakah setiap orang memiliki otoritas untuk menafsirkan Al-Quran? Lantas, siapakah yang memiliki otoritas untuk menafsirkan Al-Quran dan apa saja yang harus dipenuhi olehnya? Tulisan ini mencoba untuk menjelaskannya.
B.       Rumusan masalah
1. Apa pengertian mufassir?
2. Apa sajakah syarat-syarat mufassir ?
3. Apa sajakah adab-adab seorang Mufassir?
4. Siapa saja para mufasir Qur’an ?
 
 
 
 
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Mufasir
  2. Mufasir secara bahasa adalah bentuk isim fa’il dari kata fassara yang artinya menafsirkan atau menjelaskan. Kemudian di ikutkan wazan isim fa;’il mufa’ilun menjadi mufassirun yang artinya orang yang menafsirkan, mengomentari, interpretasi. Sedangkan menurut istilah mufasir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah SWT dalam Al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya. Ia melatih dirinya di atas manhaj para mufasir dengan mengetahui banyak pendapat mengenai tafsir kitabullah. Selain itu ia menerapkan tafsir tersebut baik dengan mengajarkannya atau menuliskannya.
  3. Syarat – Syarat Mufassir
Adanya suatu persyaratan sebenarnya adalah sudah menjadi otoritas dari setiap disiplin ilmu, dalam bidang kedokteran saja seseorang tidak dperbolehkan menangani pasien jika tidak paham benar ilmu tentang kedokteran. Bagaimana jika sebuah penafsiran al-Qur’an dilakukan oleh orang yang sama sekali tidak kompeten menafsirinya, maka akan terjadi sebuah kesalahan yang terus menerus diajarkan dari masa ke masa dan terus menerus menyesatkan orang yang mempelajarinya. 
Syarat bagi seorang mufassir adalah:
  1. Mengetahui bahasa Arab dan kaidah-kaidah bahasa (ilmu tata bahasa, sintaksis, etimologi, dan morfologi), ilmu retorika (ilmu ma’ani, ilmu bayan, dan ilmu Badi’), ilmu ushul fiqh (Khas, ‘Am, Mujmal, dan mufasshal). Tanpa memahami secara mendalam tentang bahasa al-Quran, maka besar kemungkinan bagi seorang mufassir akan melakukan penyimpangan (distorsi) dan kesalahan interpretasi. Jika seseorang tidak dapat memahami makna ayat, kosa kata dan idiom secara literal maka ia akan terjerumus kepada kesalahan dan menyebabkan terjadinya penafsiran yang kontroversial.

  2. Mengetahui pokok-pokok ulum al-Quran, seperti ilmu Qira’at, Ilmu asbabun Nuzl, Ilmu nasikh mansukh, Ilmu Muhkam Mutasyabih, Ilmu makkai madani, Ushul Tafsir, ilmu Qashash al-Quran, ilmu Ijaz al-Quran, ilmu amtsa al-Quran. Tanpa mengetahui kesemuanya itu seorang mufassir tidak akan dapat menjelaskan arti dan maksud ayat dengan baik dan benar.

  3. Mengetahui Ilmu sains dan teknologi untuk bisa bersaing dan menemukan teori-teori baru yang terkandung dalam al-Quran.

  4. Mengetahui Hadits-Hadits Nabi dan segala macam aspeknya. Karena Hadits-Hadits itulah yang berperan sebagai penjelas terhadap al-Quran, sebagaimana keterangan surat al-Nahl:44.

  5. Mengetahui hal ihwal manusia dan tabia’t nya, terutama dari orang-orang Arab pada masa turunnya al-Quran, agar mengerti keselerasan hukum-hukum al-Quran yang diturunkan untuk mengatur perbuatan-perbuatan mereka.
  1. Adab- adab seorang Mufassir
Adapun adab seorang mufasir dalam menafsirkan al-Qur an adalah sebagai berikut:
  1. Niatnya harus bagus, hanya untuk mencari keridloan Allah semata. karena seluruh amalan tergantung dari niatannya.

  2. Berakhlak mulia, agar ilmunya bermanfaat dan dapat dicontoh oleh orang lain.

  3. Mengamalkan ilmunya, karena dengan merealisasikan apa yang dimilikinya akan mendapatkan penerimaan yang lebih baik.

  4. Hati-hati dalam menukil sesuatu, tidak menulis atau berbicara kecuali setelah menelitinya terlebih dahulu kebenarannya.

  5. Berani dalam menyuarakan kebenaran dimana dan kapanpun dia berada.

  6. Tenang dan tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu. Baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian.

  7. Mendahulukan orang yang lebih utama darinya. 
Sementara itu, Imam As-Suyuthy mengatakan, "Ketahuilah bahwa seseorang tidak dapat memahami makna wahyu dan tidak akan terlihat olehnya rahasia-rahasianya sementara di dalam hatinya terdapat bid‘ah, kesombongan, hawa nafsu, atau cinta dunia, atau gemar melakukan dosa, atau lemah iman, atau bersandar pada pendapat seorang mufassir yang tidak memiliki ilmu, atau merujuk kepada akalnya.
Termasuk adab yang harus diperhatikan oleh mufassir adalah ia wajib menghindari perkara-perkara berikut ketika menafsirkan Al-Quran:
  1. Terlalu berani menjelaskan maksud Allah ta‘ala dalam firman-Nya padahal tidak mengetahui tata bahasa dan pokok-pokok syariat serta tidak terpenuhi ilmu-ilmu yang baru boleh menafsirkan jika menguasainya.

  2. Terlalu jauh membicarakan perkara yang hanya diketahui oleh Allah, seperti perkara-perkaramutasyâbihât. Seorang mufassir tidak boleh terlalu berani membicarakan sesuatu yang ghaib setelah Allah ta‘ala menjadikannya sebagai salah satu rahasia-Nya dan hujjahatas hamba-hamba-Nya.

  3. Mengikuti hawa nafsu dan anggapan baik (istihsân).

  4. Tafsir untuk menetapkan madzhab yang rusak dengan menjadikan madzhab tersebut sebagai landasan, sementara tafsir mengikutinya. Akibatnya, seseorang akan melakukan takwil sehingga memalingkan makna ayat sesuai dengan akidahnya dan mengembalikannya pada madzhabnya dengan segala cara.

  5. Tafsir dengan memastikan bahwa maksud Allah begini dan begini tanpa landasan dalil. Perbuatan ini dilarang secara syar’i berdasarkan firman Allah ta‘ala, "Dan (janganlah) mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui." (QS Al-Baqarah: 169). 
  1. Tokoh Mufasir Qur’an
    1. QATADAH
    2. Beliau adalah Qatadah bin Di’amah as-Sadusy al-Bashary,terlahir dalam keadaan buta pada tahun 61 H. Beliau giat menuntut ilmu dan memiliki hafalan yang kuat. Karena itu,beliau pernah berkisah tentang dirinya, "Aku tidak pernah mengatakan kepada orang yang bicara kepadaku, ‘Ulangi lagi.!’ Dan tidaklah kedua telingaku ini mendengar sesuatu apa pun melainkan langsung ditangkap oleh hatiku (langsung dapat menangkap dan mencernanya dengan baik."Beliau wafat di suatu tempat bernama Wasith , pada tahun 117 H dalam usia 56 tahun.
      (SUMBER: Ushuul Fii ‘Ilm at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal.37-38)
       
    3. ATH-THABARIY
    4. Nama Mufassir : Abu Ja'far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imâm al-'Allâmah, al-Hâfizh, seorang sejarawah. Beliau lahir tahun 224 H dan wafat 310 H.Nama Kitab Jâmi' al-Bayân Fî Ta`wîl Ayi al-Qur`ân Spesifikasi Umum. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Ibn Taimiyyah di dalam mukaddimah Ushûl at-Tafsîr, hal.90: "Ia termasuk kitab tafsir bercorak Ma`tsûr yang paling agung dan paling besar kedudukannya. Beliau telah mengoleksi berbagai ilmu-ilmu al-Qur'an seperti Qirâ`ât (aspek-aspek bacaan), makna-maknanya, hukum-hukum fiqih yang diintisarikan dari ayat-ayatnya, penjelasan makna-makna ayat yang diambil dari bahasa orang-orang Arab, sya'ir dan sebagainya." 'Aqidahnya. Beliau memiliki sebuah buku seputar 'Aqidah Ahlussunnah yang diberinya judul "Sharîh as-Sunnah" (sudah dicetak). Sementara 'aqidahnya di dalam penafsiran, beliau adalah seorang imam panutan, membela madzhab Salaf, berargumentasi dengannya dan membelanya akan tetapi di dalam menetapkan sifat Ghadlab (marah) dan Hayâ`(malu), beliau menyebutkan semua pendapat Ahli Tafsir namun tidak menguatkan satupun darinya. Sikapnya Terhadap Sanad Beliau komitmen menyebutkan semua riwayat dengan sanad-sanad (jalur-jalur transmisi)-nya. Kebanyaknya tidak ditanggapi beliau baik dengan menshahihkan ataupun melemahkannya. Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih. Beliau menyebutkan hukum-hukum fiqih yang ada di dalam ayat, pendapat para ulama dan madzhab-madzhab mereka, memilih salah satu darinya dan menguatkannya dengan dalil-dalil ilmiah serta menyebutkan Ijma' umat di dalam pendapat yang telah dikuatkannya dari berbagai pendapat tersebut. Beliau adalah seorang Imam Mujtahid Muthlaq. Para Ahli Tafsir senantiasa merujuk pendapatnya dan mereka merasa berhutang budi padanya. Sikapnya Terhadap Qirâ`ât Beliau termasuk ulama Qirâ`ât yang terkenal. Oleh karena itu, beliau amat memperhatikan sisi Qirâ`ât dan makna-maknanya, membantah aspek-aspek bacaan yang Syâdz(aneh/langka), termasuk cakupannya yang dapatmenyebabkan perubahan dan pengganian terhadapKitabullah Ta'ala.Sikapnya Terhadap Isrâ`iliyyât (Kisah-Kisah Tentang BaniIsrail)Di dalam kitab tafsirnya, beliau mengetengahkan jugakabar-kabar dan kisah-kisah tentang Ka'b al-Ahbar, Wahabbin Munabbih, Ibn Juraij, as-Suddiy, lalu menanggapinyasecara kritis akan tetapi tidak konsisten mengkritisi semuayang diriwayatkannya.Sikapnya Terhadap Sya'ir, Nahwu Dan BahasaKitabnya banyak sekali mencakup berbagai untaian yangberisi solusi bahasa dan Nahwu. Kitabnya meraihketenaran yang sangat besar. Kebanyakannya, dia merujukkepada Bahasa orang-orang Arab dan terkadangmenguatkan sebagian pendapat. Beliau juga memaparkansya'ir-sya'ir Arab Kuno, berargumentasi dengannnyasecara luas, banyak mengemukakan pendapat-pendapatAhli Nahwu dan mengarahkan pendapat-pendapat merekaserta menguatkan sebagian pendapat atas pendapat yanglain.(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al-Mufassirîn karya Abu 'Abdillah, Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, Hal.9-11)
    5. Tafsir Ibn Katsir (Ibn Katsir)
    6. Nama Mufassir 'Imâd ad-Dien, Abu al-Fidâ`, Isma'il bin 'Umar bin Katsir ad- Dimasyqiy asy-Syafi'iy, seorang Imam, Hâfizh dan juga sejarawan. Wafat tahun 774 H. Nama Kitab Tafsir al-Qur`ân al-'Azhîm Spesifikasi Umum Tafsir Ibn Katsir merupakan tafsir kategori Ma`tsûr yang paling masyhur dan menduduki peringkat ke-dua setelah Tafsir ath-Thabariy.Tafsir ini juga interes terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan Kitabullah dengan hadits-hadits dan atsar-atsar yang langsung disandarkan kepada para periwayatnya. Pengarangnya juga sangat memperhatikan sisi penyebutan ayat-ayat yang serupa dengan ayat yang ingin ditafsirkannya, yang dinamakan dengan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`ân (penafsiran al-Qur'an dengan al-Qur'an sendiri). 'Aqidahnya Beliau ber'aqidah Salaf dan hal ini tidak perlu diherankan karena beliau adalah salah seorang murid Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahumallah. Beliau memiliki sebuah kitab di dalam masalah 'aqidah berjudul "al-'Aqâ`id". Di dalam kitab ini, beliau menjelaskan 'aqidah Salaf berupa penetapan terhadap sifat-sifat Allah seperti mendengar, melihat, mata, wajah, ilmu, kalam (bicara), ridla, Sakhth (murka), cinta, benci, senang, tertawa dengan tanpa menyebutkan Takyîf (bagaimana caranya), Tasybîh (penyerupaan), Tahrîf (perubahan) dan Tabdîl (penggantian). Sikapnya Terhadap Kebahasaan, Sya'ir Dan Nahwu Sangat sedikit sekali beliau mengetengahkan hal yang terkait dengan I'râb (penguraian kedudukan suatu kata di dalam kalimat) dan Nahwu, demikian pula halnya dengan masalah sya'ir.
      (SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fi Manâhij al- Mufassirîn, karya Abu 'Abdillah Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, h.39-40)
    7. Al-Qurthubiy
    8. Nama Mufassir Imam Abu 'Abdillâh, Muhammad bin Ahmad bin Farh al-Anshâriy al-Khazrajiy al-Andalusiy al-Qurthubiy. Wafat tahun 671 H. Nama Kitab Al-Jâmi' Li Ahkâm al-Qur`ân 'Aqidahnya Dia seorang penganut aliran Asya'riyyah dan pena'wil (Cara seperti ini menyimpang dari manhaj Salaf-red.). Hal ini dapat diketahui bila meneliti tafsirnya dan juga bukunya yang berjudul "al-Asnâ Fî Syarh Asmâ` al-Husnâ". Dalam bab Asmâ Wa ash-Shifât (Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah) beliau menukilnya dari para imam-imam aliran Asy'ariyyah seperti al-Juwainiy, al-Bâqillâniy, ar-Râziy, Ibn 'Athiyyah dan sebagainya. Di dalamnya, beliau juga membantah terhadap Ahli Tasawwuf dan mengingkari prilaku-prilaku dan ucapan- ucapan mereka yang bertentangan dengan syari'at. Nama Mufassir Beliau adalah Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ud, yang lebih dikenal dengan al-Farrâ` al-Baghawiy, penghidup as- Sunnah, seorang Imam dan Hâfizh. Nama Kitab Ma'âlim at-Tanzîl. 'Aqidahnya Beliau seorang yang ber'aqidah Salaf; menetapkan Asmâ` dan Shifât yang ditetapkan sendiri oleh Allah Ta'ala atas diri-Nya. Dalam hal ini, beliau telah menetapkan hal itu pada mukaddimah kitabnya yang amat berharga Syarh as-Sunnah. Di dalam tafsirnya tersebut, yang dominan adalah beliau menetapkan Asmâ` dan Shifât tersebut namun beliau ternyata juga terjebak ke dalam penakwilan terhadap sebagian Shifât Allah (padahal ini menyalahi manhaj ulama Salaf-red.,), seperti ar-Rahmah, al-Hayâ` (malu), al-Ghadlab (murka/marah). Ar-Rahmah lbeliau takwilkan dengan Irâdah Alllah al-Khair Li Ahlihi (kehendak Allah untuk berbuat baik terhadap pelakunya, I:18). Beliau juga menakwilkan al- ayâ` dengan at-Tark wa al-Man'u (Membiarkan dan mencegah, I:43) dan al-Ghadlab dengan Irâdah al-Intiqâm (keinginan untuk mendendam, I:23). Sikapnya Terhadap Sanad Beliau biasanya menukil semua yang berasal dari ulama Salaf mengenai tafsir suatu ayat tanpa menyebutkan Isnâd-nya. Akan tetapi beliau telah menyebutkan sanad-sanadnya hingga sampai kepada mereka itu pada mukaddimah Tafsirnya. Beliau biasanya amat selektif terhadap keshahihan hadits yang disandarkannya kepada Rasulullah. Sementara itu, beliau tidak peduli terhadap hadits-hadits Munkar dan Mawdlu' (palsu) namun terkadang meriwayatkan juga dari al-Kalbiy dan periwayat-periwayat lemah selainnya. Sikapnya terhadap Hukum-Hukum Fiqih Belaiu memaparkan juga permasalahan-permasalahan fiqih dengan gaya bahasa yang mudah dan menukil perbedaan yang ada tanpa mengupasnya secara panjang lebar. Sikapnya Terhadap Qirâ`ât Beliau juga menyinggung tentang Qirâ`ât (jenis-jenis bacaan ayat) tanpa bertele-tele. Sikapnya Terhadap Isra`iliyyat Beliau menyinggung tentang sebagian Isra`iliyyat namun tidak memberikan tanggapan atasnya. Sikapnya Terhadap Masalah Sya'ir, Kebahasaan Dan NahwuBeliau menghindari kupasan panjang lebar di dalam pembahasan I'râb (penguraian anak kalimat) dan hal-hal yang terkait dengan Balaghah namun menyinggung hal-hal yang memang urgen disebutkan untuk menyingkap makna suatu ayat.
      (SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al- Mufassirîn karya Abu 'Abdillah, Muhammad al-Hamud an- Najdiy, h.14-15)
    9. AZ-ZAMAKHSYARI
Nama Mufassir Beliau adalah Abu al-Qasim, Mahmud bin ‘Umar bin Muhammad Al- hawarizmi, al-Hanafi, penganut aliran Muktazilah, yang dijuluki Jaarullah. Nama Kitab Al-asysyaaf ‘An Haqaa’iq at-Tanziil Wa ‘Uyuun al-Aqaawiil Fii Wujuuh at-Ta’wiil. Aqidahnya Beliau termasuk tokoh aliran Muktazilah yang membela mati-matian madzhabnya. Ia memperkuatnya dengan kekuatan hujjah yang dimilikinya. Dalam hal ini, imam adz-Dzahabi di dalam kitabnya "al-Miizaan" (IV:78) berkata, "Ia seorang yang layak (diambil)haditsnya, tetapi ia seorang penyeru kepada aliran muktazilah, semoga Allah melindungi kita. Karena itu, berhati-hatilah terhadap kitab Kasysyaaf karyanya." Beliau demikian getol berdalil dengan ayat-ayat dalam rangka memperkuat madzhabnya yang batil. Sebaliknya, ia selalu menakwil ayat-ayat yang dianggapnya bertentangan dengan pendapatnya. Bahkan, ia merubah arah ayat-ayat yang semestinya diarahkan kepada orang-orang kafir kepada Ahlussunnah yang ia sebut sebagai ‘Hasyawiyyah’ ‘mujbirah’ dan ‘musyabbihah.’ Spesifikasi Umum Kitab Tafsirnya Kitab tafsir karangannya memiliki keunggulan dari sisi keindahan al-Qur’an dan balaghahnya yang mampu menyihir hati manusia, mengingat kemumpunian beliau dalam bahasa Arab dan pengetahuannya yang mendalam mengenai sya’ir-sya’irnya. Tetapi ia membawakan hujjah-hujjah itu untuk mendukung madzhab muktazilahnya yang batil di mana ia memaparkannya dalam ayat-ayat al-Qur’an melalui pintu balaghah. Karena itu, harus berhati-hati dengannya, khususnya bagi pemula dalam bidang ini. Sikapnya Terhadap Hukum-Hukum Fiqih Ia menyinggung juga tentang permasalahan fiqih namun tidak memperluasnya. Diakui bahwa ia dalam hal ini adalah seorang yang ‘moderat’, tidak fanatik dengan madzhab ‘Hanafi’-nya. Sikapnya Terhadap Bahasa, Nahwu Dan Sya’ir Beliau memberikan perhatian penuh pada penjelasan kekayaan balaghah dalam hal ‘Ma’aani’ dan ‘Bayaan’ yang terdapat di dalam al-Qur’an. Tetapi, bila ia melewatkan saja suatu lafazh yang tidak sesuai dengan madzhabnya, ia berupaya dengan segenap kemampuannya untuk membatalkan makna zhahir lafazh itu dengan menetapkan makna lain untuknya dari apa yang ada di dalam bahasa Arab atau mengarahkannya seakan ia adalah ‘Majaz’, ‘Isti’arah’ atau ‘Tamtsil’ . Sikapnya Terhadap Isra’iliyyat Amat sedikit beliau menyinggung masalah Isra’iliyyat. Kalau pun ada, maka ia dahului dengan lafazh, "Diriwayatkan" atau dengan mengatakan di akhirnya, "Wallahu a’lam." Namun anehnya, ia malah menyebutkan beberapa hadits Mawdhu’ (palsu) mengenai keutamaan-keutamaan surat-surat di akhir setiap surat.
(SUMBER: al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubiin Fii Manaahij al- Mufassiriin karya Abu Abdillah, Muhammad al-Mahmud an-Najdi, hal.16-17)
  1. AL-MANAR
  2. Nama Mufassir Muhammad Rasyîd bin ‘Aly Ridla bin Muhammad Syams ad-Dîn bin Minla ‘Aly Khalîfah al-Qalmûny al-Baghdâdy al-Hasany (dinisbahkan kepada al-Hasan bin ‘Aly), pemilik majalah al-Manâr dan termasuk seorang Da’i yang Mushlih (reformis) dan Mujaddid. Lahir tahun 1283 H dan wafat tahun 1353 H. Nama Kitab Nama kitab tafsirnya adalah Tafsir Al-Qur`ân al-Hakîm dan lebih dikenal dengan nama Tafsir al-Manâr . Namun sayang tafsir ini tidak rampung dan hanya sampai pada surat Yûsuf, ayat 101. ‘Aqidahnya Untuk menjelaskan ‘aqidahnya dan siapa Syaikh Muhammad ‘Abduh ini, kiranya cukup menukil ucapan Syaikh al-Albany sebagai yang dikatakan oleh Muhammad bin Ibrahim asy-Syaibany di dalam bukunya Hayâh al- Albâny (I:24), Beliau Mengatakan : "Sayyid Muhammad Rasyid Ridla rahimahullah memiliki andil besar terhadap Dunia Islam secara umum dan secara khusus terhadap kaum Salafiyyin. Hal ini kembali kepada sosok beliau yang merupakan salah seorang da’i yang langka di dalam menyuarakan manhaj Salaf di seluruh jagad raya melalui majalahnya "al-Manar" . Di dalam hal tersebut, beliau sungguh telah berjuang yang patut disyukuri atasnya.
    SUMBER:- al-Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al-Mufassirîn,karya Abu ‘Abdillah, Muhammad AliHamud an-Najdy,
     
     
     
     
     
     
     
     
    Para muffasir kontemporer
    1. Fazlur Rahman dikenal dengan teori double movementnya, yaitu sebuah teori dimana jika seseorang hendak melihat tafsir dengan mengembalikannya ke masa saat al-Qur`an diturunkan, kemudian mengembalikan ke masa sekarang. Prinsip-prinsip umum yang didapat di masa lalu di bawa ke penerapan pada masa sekarang. Pendekatan yang ia tawarkan adalah pendekatan ordo historis(Asbabun Nuzul) dan pendekatan sosio historis. Contoh penafsiran yang digunakan Fazlur Rahman dalam kasus poligami dalam Islam. Dengan teori double-movement ini berarti perlu menarik dan memahami makna poligami ke masa pada saat ayat ini turun, kemudian respon al-Qur`an terhadap perkara ini diuraikan sebagai prinsip-prinsip umum. Dari sini didapatkan bahwa praktek poligami adalah sesuatu yang mengakar di kehidupan bangsa Arab pada waktu itu, sehingga al-Qur`an memberikan respon dengan membatasi hanya dengan menikahi paling banyak empat istri. Pesan  moral yang didapat dari situ adalah kebahagiaan optimal dari kehidupan keluarga yang seharusnya akan ideal dengan monogami. Langkah selanjutnya adalah mengembalikan ajaran umum tersebut ke masa sekarang yaitu pernikahan yang monogami lebih dianjurkan dengan mempertimbangkan ketenangan dalam keluarga.
    2. Hassan hanafi mengembangkan tafsir realis , pertimbangan yang diambil adalah realitas itu sendiri. Sehingga bersifat temporal, artinya penafsiran yang dihasilkan akan pas dengan realitas pada waktu tertentu saja, tidak pada semua waktu. Hal ini, karena menurutnya al-Qur`an harus bisa memberikan solusi atas problem sosial yang terjadi.
    3. Muhammad Arkoun menggunakan metode yang berorientasi pada pemaknaan aktual al-Qur`an. Untuk memperoleh makna aktual atas al-Qur`an ia menawarkan pendekatan linguistik, antropologis dan historis. Liguistik dipakai untuk melihat teks sebagai keseluruhan dan sebagai sistem dari hubungan-hubungan intern. Tetapi, linguistik dirasa tidak cukup untuk mengungkap makna aktual al-Qur`an sehingga ia juga menggunakan pendekatan antropologis untuk mengetahui asal usul dan fungsi bahasa keagamaan. Pendekatan historis sendiri berperan untuk mengarahkan pada cara persepsi waktu dan kenyataan.
    4. Ashghar Ali Engineer, Amina Wadud, Nasaruddin Umar sebagai mufassir feminis yang menggunakan metode tahlili dan maudlu’I untuk membahas ayat-ayat yang menghasilkan kesimpulan bahwa adanya kesetaraan gender. Pendekatan dan metode seperti ini muncul akibat banyaknya pengalaman terkait yang dialami mufassir. Amina Wadud melihat bahwa yang terjadi dalam masyarakat adalah adanya bias patriarki, akibatnya seorang perempuan kurang mendapat keadilan secara lebih proporsional. Kegelisahan intelektual yang dimilikinya dituangkan dalam, sebuah buku berjudul "Qur`an dan Women". Ia mencoba untuk merekonstruksi bahwa al-Qur`an bukanlah kitab patriarki, tetapi sebuah kitab yang mengisyaratkan kesetaraan gender (egalitaranisme).
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan diatas dalam makalah ini dapat kami ambil kesimpulam diantaranya sebagai berikut:
  1. Pengertian mufassir adalah secara bahasa adalah bentuk isim fa’il dari kata fassara yang artinya menafsirkan atau menjelaskan. Kemudian di ikutkan wazan isim fa;’il mufa’ilun menjadi mufassirun yang artinya orang yang menafsirkan, mengomentari, interpretasi. Sedangkan menurut istilah mufasir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah SWT dalam Al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya.

  2. Syarat – syarat Mufassir diantaranya adalah : Berakidah yang benar, Mampu mengekang hawa nafsu, menafsirkan ayat dengan ayat terlebih dahulu, merujuk pendapat sahabat, merujuk pendapat tabi’in, menguasai bahasa Arab, dll

  3. Adab-adab Mufassir diantaranya adalah: Niatnya harus bagus, Berakhlak mulia, Mengamalkan ilmunya, Hati-hati dalam menukil sesuatu, Berani dalam menyuarakan kebenaran, tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu,

  4. Tokoh-tokoh mufasir Al-Qur’an diantaranya
-Qatadah -Al-Qurthubiy
-Ath-Tabhariy -Az-Zamakhsyari
-Tafsir Ibn Katsir (Ibn Katsir)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pertanyaan
  1. Jelaskan muffasir secara singkat !

  2. Jawab : muffasir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah SWT dalam Al-Quran sesuai dengan kemampuannya.
  3. Jika saya muffasir dan saya banyak kontranya apakah saya mendapat dosa?

  4. Jawab : seharusnya jika kita ingin menafsirkan sesuatu kita harus memahami apa saja syarat-syarat dan adab-adab menjadi muffasir.
  5. Kenapa tafsir Ibnu Katsir paling banyak digunakan?
Jawab : karena, tafsir beliau sangat interes terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan Kitabullah dengan hadist-hadist dan adsar-adsar yang langsung di sandarkan kepada para periwayatnya.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PARA MUFFASIR AL-QURAN
REVISI MAKALAH
Makalah ini bisa diakses di

MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi tugas kelompok Ulumul Qur’an
Dosen pengampu: Afga Sidiq Rifai, M.Pd.I.
Dibuat oleh :
Ema Wijayanti 16.0401.0041
Farida Nur Aini 16.0401.0045
Elok Nada S 16.0401.0048
 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini